Makalah Tafsir Ahkam surat an-nisa ayat 22 dan 23
BAB I
PENDAHULAN
A.
Latar belakang
Pernikahan adalah sesuatu yang sangat
sakral, bukan hanya sekedar membahas tentang jasmani akan tetapi juga rohani. Walaupun
manusia diciptakan berpasang-pasangan kita tidak boleh sembarangan dalam
memilih pasangan didalam pernikahan. Ada wanita-wanita yang dilarang untuk kita
nikahi. Maka dari itulah kami membuat makalah ini yang mencoba untuk
mentafsirkan surah an- nisa ayat 22 dan 23.
B.
Rumusan masalah
1.
Surah An-nisa ayat 22 dan 23
2.
Mufrodat mengenai surah An-nisa ayat 22 dan 23
3.
Asbabul Nuzul surah An-nisa ayat 22 dan 23
4.
Tafsir surah An-nisa ayat 22 dan 23
5.
Hikmah dan Tujuan surah An-nisa ayat 22 dan 23
C.
Tujuan masalah
1.
Agar mahasiswa hafal dan mengetahui terjemahan surah
An-nisa ayat 22 dan 23
2.
Agar mahasiswa mengetahui asbabul nuzul surah
An-nisa ayat 22 dan 23
3.
Agar mahasiswa mengerti tafsiran surah An-nisa
ayat 22 dan 23
4.
Agar mahasiswa mengetahui hikmah dan tujuan surah
An-nisa ayat 22 dan 23
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat-ayat
yang berkaitan
1.
Firman Allah Swt, dalam surat An-Nisaa ayat 22,
berbunyi
وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ
النِّسَآءِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَآءَ
سَبِيلا ً
22- Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).[1]
2.
Dan Surat An- Nisaa ayat 23, berbunyi
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ
وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم
مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآئِبُكُمُ الاَّتِي فِي
حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ الاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا
دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ الَّذِينَ
مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ
إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
23- Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
B. Arti
Mufradat
-
Mufradat surat An-Nisa ayat 22
a.
نَكَح : mengawini
b.
سَلَف : telah
lewat;terdahulu َ
c.
ءَابَآؤُكُم : ayah ayah kalian
-
Mufradat surat An- Nisa ayat 23
a.
الرَّضَاعَةِ :
menyusu;menetek )pada ibunya)
b.
تَجْمَعُو : berkumpul
c.
اْلأُخْتَيْنِ : dua saudara perempuan
C. Asbabul
Nuzul Ayat
-
An-nisa Ayat 22
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah
dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh)”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Al-Faryabi dan
At-Thabrani yang bersumber dari Adi bin Tsabit dari seorang Anshar: bahwa Abu
Qais bin Al-Aslat seorang Anshar yang saleh meninggal dunia. Anaknya melamar
istri Abu Qais (ibu tiri). Berkata wanita itu: “Saya menganggap engkau sebagai
anakku, dan engkau termasuk dari kaummu yang saleh”. Maka menghadaplah wanita
itu kepada Rasulullah Saw untuk menerangkan halnya. Nabi Saw bersabda:
“Pulanglah engkau ke rumahmu”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa
ayat 22) sebagai larangan mengawini bekas istri bapaknya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari
Muhammad bin Ka’ab Al-Qarzhi bahwa di zaman Jahiliyah anak yang ditinggalkan
mati oleh bapaknya lebih berhak atas diri ibu tirinya, apakah akan mengawininya
atau mengawinkan kepada orang lain menurut kehendaknya.
Ketika Abu Qais bin Al-Aslat meninggal[2],
Muhsin bin Qais (anaknya) mewarisi istri ayahnya, dan tidak memberikan suatu
waris apapun kepada wanita itu.
Menghadaplah wanita tersebut kepada Rasulullah Saw
menerangkan halnya. Maka bersabda Rasulullah: “Pulanglah, mudah-mudahan Allah
akan menurunkan ayat mengenai halmu”. Maka turunlah ayat tersebut (An-Nisa ayat
19, 22) sebagai ketentuan waris bagi istri dan larangan mengawini ibu tiri.
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari
Az-Zuhri bahwa turunnya ayat ini (An-Nisa ayat 19, 22) berkenaan dengan
sebagian besar orang-orang Anshar yang apabila seseorang meninggal, maka istri
yang bersangkutan menjadi milik wali si mati dan menguasainya sampai meninggal.
-
An-Nisa ayat 23
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;
anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepesusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu
Juraij bahwa Ibnu Juraij bertanya kepada ‘Atha tentang “wahala ilu abna
ikumulladzina min ashlabikum” (An-Nisa ayat 23) ‘Atha menjawab: “Pernah kami
memperbincangkan bahwa ayat itu turun mengenai pernikahan Nabi kita Saw kepada
mantan istri Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi)”. Kaum musyrikin
mempergunjingkannya hingga turun ayat tersebut (An-Nisa ayat 23) dan surat
Al-Ahzab ayat 4 dan 40 sebagai penegasan dibenarkannya perkawinan kepada mantan
istri anak angkat.
D. Tafsir
Ayat
-
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang
telah dinikahi oleh ayahmu”
“janganlah”
disini berarti ada sebuah larangan atau pengharaman apabila kita melakukanya, “kamu nikahi/dinikahi” nah nikah di
sini ada yang mengartikan nikah itu adalah senggama yaitu dalam firman Allah
swt,
فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّى
تَنكِحَ
زَوْجاً
غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّا
أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ
يَعْلَمُون
َ {230} "Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),
maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang
lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa
bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkanNya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (Al-Baqarah: 230).
Sebab, yang
dimaksud dengan nikah di sini bukan hanya sekedar akad, melainkan juga harus
dibarengi dengan adanya hubungan badan. dan ada yang mengatakan nikah disini
berarti akad. Di tempat lain Allah berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ
طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ
أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ
مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلا
(٤٩)
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu
perhitungkan. Namun berilah mereka mut'ah[15] dan lepaskanlah mereka itu dengan
cara yang sebaik-baiknya Allah telah menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
ungkapan “ telah dikawini” itu adalah telah dinikahi, meskipun belum dicampuri.
Dan Kelompok kami menafsirkan kedua duanya. Apabila wanita itu telah di nikahi
baik akad ataupun senggama maka wanita itu haram untuk kita nikahi. “wanita-wanita” berarti disini ada pembolehan
bahwa laki-laki dapat menikah dari pada seorang wanita, dan juga dapat kami
tafsirkan wanita-wanita disini berarti istri dari ayah, istri dari kakek dan
seterusnya, dengan demikian “ayah”
juga berarti ayah, kakek dan seterusnya. Kembali dalam pengertian nikah (
senggama ) berarti apabila ayah, kakek dan seterusnya pernah melakukan hubungan
senggama dengan wanita-wanita di tempat prostitusi, atau pernah pacaran dengan
wanita yang usianya jauh lebih muda dan ternyata pernah melakukan senggama.
Maka kita tidak boleh menikah dengan wanita wanita tersebut.
-
“Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu” wanita yang termasuk disini berarti ibu ,
nenek, buyut perempuan dan seterusnya. “anak-anakmu
yang perempuan” wanita yang termasuk disini berarti anak perempuan, cucu
perempuan, cicit perempuan dan seterusnya. “saudara-saudaramu
yang perempuan” wanita yang termasuk disini berarti adik perempuan dan
kakak perempuan, “saudara-saudara
bapakmu yang perempuan” wanita yang termasuk disini berarti tante kita baik
itu adik ayah ataupun kakak ayah. “saudara-saudara
ibumu yang perempuan” wanita yang termasuk disini berarti tante kita baik
adik ibu ataupun kakak ibu. “anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki” ketika abang atau adik
kita yang laki-laki punya anak, cucu dan seterusnya maka kita dilarang untuk
menikahinya “anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan” ketika kakak atau adik kita yang
perempuan mempunyai anak, cucu dan seterusnya. “ibu-ibumu yang menyusui kamu” wanita yang termasuk disini berarti
wanita yang pernah menyusui kita ( dengan syarat sampai kenyang ada ulama yang
menagatakan 5 kali ada pula yang 10 kali ) “
saudara perempuan sepesusuan” wanita yang termasuk disini berarti semua
wanita yang pernah disusui oleh ibu yang pernah menyusui kita “ibu-ibu istrimu (mertua)” wanita yang
termasuk disini berarti ibu, nenek dan seterusnya dari istri kita. “anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya” wanita yang termasuk
disini berarti anak perempuan dari istri sebelum bersama kita (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak
kandungmu (menantu)” wanita yang termasuk disini berarti istri istri yang
pernah di nikahi anak kandung kita, nah berarti kita tidak ada larangan menikahi
mantan istri anak angkat kita. Pengertian ini telah di tegaskan Allah dalam
firman-Nya“dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau” nah berarti disini ada larangan yang bersifat sementara atau tidak
selamanya, hal ini terjadi apabila ada dua perempuan bersaudara, ingin di
nikahi secara sehimpun maka hal ini tidak boleh. Akan tetapi ketika salah satu mereka
ada yang bercerai ataupun meninggal dunia. Maka larangan itu menjadi tidak ada
sehingga boleh untuk mengawininya. “ Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
E. Hukum
yang dapat di ambil
-
Kelompok kami menyimpulkan bahwa dalam ayat 22
surah An-Nisa kita di larang menikahi seorang wanita yang telah menikah dengan
bapak kita. Berarti hukumnya di sini haram apabila kita menikah, akibat
hubungan yang di timbulkan oleh mushaharah. Dan haram pula menikahi bekas
wanita wanita sewaan atau pacar yang pernah bersenggama dengan ayah, kakek dan
seterusnya.
-
Dan dari ayat 23 surah An-Nisa kita di larang
menikahi seorang wanita yang ada hubungan nasab dengan kita. Berarti hukumnya
haram apabia kita menikah , akibat hubungan yang di timbulkan oleh nasab.
-
Dan dari ayat 23 surah An-Nisa pula kita di
larang menikahi seorang wanita yang ada hubungan persusuan, berarti hukumnya
haram apabila kita menikah , akibat hubungan yang di timbulkan oleh persusuan
F. Tujuan
dan Hikmah
1.
Wanita-wanita yang dilarang dalam ayat tersebut
berarti boleh kita lihat bagian yang biasa digunakan untuk berwudhu
2.
Wanita-wanita yang dilarang dalam ayat tersebut
boleh kita gonceng, kita cium dahinya
3.
Bahwa islam sangat rinci dalam menjelaskan
tentang perkawinan, tidak seperti agama lainnya
4.
Selain wanita – wanita yag dilarang dalam ayat tersebut
maka boleh kita kawini, selama tidak ada nash yang bertentangan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
-
Kelompok
kami menyimpulkan bahwa dalam ayat 22 surah An-Nisa kita di larang menikahi
seorang wanita yang telah menikah dengan bapak kita. Berarti hukumnya di sini
haram apabila kita menikah, akibat hubungan yang di timbulkan oleh mushaharah.
Dan haram pula menikahi bekas wanita wanita sewaan atau pacar yang pernah
bersenggama dengan ayah, kakek dan seterusnya.
-
Dan dari ayat 23 surah An-Nisa kita di larang
menikahi seorang wanita yang ada hubungan nasab dengan kita. Berarti hukumnya
haram apabia kita menikah , akibat hubungan yang di timbulkan oleh nasab.
-
Dan dari ayat 23 surah An-Nisa pula kita di
larang menikahi seorang wanita yang ada hubungan persusuan, berarti hukumnya
haram apabila kita menikah , akibat hubungan yang di timbulkan oleh persusuan
-
Wanita-wanita yang dilarang dalam ayat tersebut
berarti boleh kita lihat bagian yang biasa digunakan untuk berwudhu
-
Wanita-wanita yang dilarang dalam ayat tersebut
boleh kita gonceng, kita cium dahinya
-
Bahwa islam sangat rinci dalam menjelaskan
tentang perkawinan, tidak seperti agama lainnya
-
Selain wanita – wanita yang dilarang dalam ayat tersebut
maka boleh kita kawini, selama tidak ada nash yang bertentangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asy-syanqithi, Syeikh, Adhwa’ul Bayan,
Jilid 1
As-suyuthi, Jalaludin, sebab turunya
ayat Al-Qur’an
Komentar
Posting Komentar