Makalah : Hukum Tata Negara ( Kekuasaan Kehakiman )



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum. Di mana terdapat lembaga legislatif yang terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), selanjutnya lembaga eksekutif yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri dan Lembaga Kehakiman yang terdiri dari Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Sebagai mahasiswa yang bergelut dibidang hukum maka selayaknya kita harus memahami ke tiga lembaga tersebut, sebagaimana pada pertemuan sebelumnya kedua lembaga yaitu Legislatif dan Eksekutif telah di diskusikan, maka kelompok kami akan mendiskusikan lembag yang terakhir yaitu Lembaga Kehakiman

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud Mahkamah Agung (MA) dan apa saja tugas dan wewenangnya ?
2.      Apa yang di maksud Mahkamah Konsitusi (MK) dan apa saja tugas dan wewenangnya ?
3.      Apa yang di maksud Komisi Yudisial (KY) dan apa saja tugas dan
wewenangnya ?

C.    Tujuan Masalah
1.      Memahami apa saja tugas dan wewenang Mahkamah Agung
2.      Memahami apa saja tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi
3.      Memahami apa saja tugas dan wewenang Komisi Yudisial









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Lembaga Kehakiman ( YUDISIAL )
    Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
    Kekuasan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apa pun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan. Upaya ke arah tersebut dilakukan dengan cara : (1) mengadakan penataan ulang lembaga yudikatif; (2) peningkatan kualifikasi hakim; dan (3) penataan ulang perundang- undangan yang berlaku.
    Implikasi dari ketentuan tersebut, maka mandemen UUD 1945 membagi kekuasaan lembaga yudikatif dalam tiga kamar (tricameral); yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

1.      Mahkamah Agung (MA)
UUD 1945 menetukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi. Dengan kata lain bahwa reformasi di bidang hukum (amandemen UUD 1945) telah menempatkan mahkamah Agung tidak lagi sebagai satu-satunya kekuasaan kehakiman, tetapi Mahkamah Agung hanya salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.[1]
Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan Kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintahan dan pengaruh-pengaruh lainnya. Dalam kontek, demikian MA memiliki poissi strategis terutama bidang hukum dan ketatanegaraan yang diformat: (1) menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; (2) mengadili pada tingkat kasasi; (3) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang; dan (4) berbagai kekuasaan atau kewenangan lain yang diberikan oleh undang – undang.

a.       Susunan keanggotaan Mahkamah Agung
Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan UU No. 14 tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, dan khusus ketentuan tentang Mahkamah Agung (MA) diatur dalam UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Pasal 4 UU No.5 tahun 2004 menetukan susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekertaris. Adapaun jumlah hakim agung paling banyak enam puluh orang.
1)      Hakim Agung: Pimpinan dan Hakim Agung
Pimpinan MA terdiri dari seorang ketua; dua orang wakil ketua; dan beberapa orang ketua muda. Wakil ketua MA meliputi: (1) Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata; ketua muda militer, dan ketua muda tata usaha negara; (2) wakil ketua bidang non-yudisial yang membawahi; ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung dan diangkat oleh presiden. Sedangkan ketua muda MA di angkat oleh Presiden di antara hakim agung yang diajukan oleh Ketua MA.
Para hakim agung diangkat oleh presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR. Calon hakim agung dipilih oleh DPR dari nama calon yang di usulkan oleh Komisi Yudisial. Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus memenuhi persyaratan antara lain: (1) warga negara Indonesia; (2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (3) berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; (4) berusia sekurang-kurangnya 50 tahun; (5) sehat jasmani dan rohani; dan (6) berpengalaman sekurang-kurangnya dua puluh tahun menjadi hakim termasuk sekurang-kurangnya tiga tahun menjadi hakim tinggi.[2]
Adapun apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier dengan syarta; (1) warga negara Indonesia; (2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (3) berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; (4) berusia sekurang-kurangnya 50 tahun; (5) sehat jasmani dan rohani; (6) berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademis hukum sekurang-kurangnya 25 tahun; (7) berijazah magister dalam ilmu hukum dengan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; (8) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.[3]
2)      Panitera
Pada MA ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera yang bantu oleh beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti.
Panitera ini diangkat dan diberhentikkan oleh presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera MA, seorang calon harus memenuhi persyaratan: (1) WNI; (2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (3) berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan (4) berpengalaman sekurang-kurangnya 2 tahun sebagai panitera muda pada MA dan sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai panitera pada pengadilan tingkat banding.[4]
3)      Sekretariat
Sekretariat MA dipimpin oleh seorang sekertaris MA. Sekertaris MA diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul ketua MA.
Pada sekretariat MA dibentuk beberapa direktorat jenderal dan kepala badan yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul Ketua MA.

b.      Tugas dan Wewenang MA
MA sebagai salah satu kekuasaan kehakiman memiliki tugas dan kewenangan antara lain:
a)      Memriksa dan memutus; permohonan kasasi; sengketa tentang kewengan mengadili, dan permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[5]
b)      Memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.[6]
c)      Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang terhadap undang-undang.[7]
d)     Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-ndangan yang lebih tinggi atau pembentuknya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku[8]
e)      Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.[9]
f)       Mengawasi tingkah laku dan perbuatan hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
g)      Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan peradilan.
h)      Memberi petunjuk, teguran, atau pringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan.

c.       Badan Peradilan di Lingkungan MA
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya yang meliputi: badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
1)      Peradilan Umum
Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2004 tentang peradilan umum menyatakan “Peradilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.”

Penjelasan dari pasal tersebut menyatakan : 
Di samping peradilan umum yang berlaku bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana, pelaku kekuasaan kehakiman lain yang merupakan peradilan khusus bagi golongan rakyat tertentu yaitu peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa permasalahan yang menjadi kewenangan dari peradilan umum adalah permasalahan perdata dan pidana. Pengadilan dalam lingkungan badan peradilan umum mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara perdata dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk(warga negara dan orang asing )
    Kekuasaan peradilan umum meliputi: (1) pengadilan negeri, yaitu peradilan umum sehari-hari yang berwenang memeriksadan memutuskan perkara dalam tingkat pertama segala perkara perdata dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk baik warga negara maupun warga asing. Pengadilan  negeri berkedudukan di ibuk kota kabupaten/kota; dan (2) peradilan tinggi yaitu pengadilan banding yang akan mengadili kembali perkara perdata dan pidana yang telah diadili pengadilan negeri. Akan tetapi, naik banding baik oleh terdakwanya ataupun oleh jaksa yang merasa kurang puas atas keputusn pengadilan negeri yang mengadili perkara itu. Peradilan tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi.

2)      Peradilan Agama
Peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu. Perkra-perkara tersebut meliputi antara lain : (1) perkawinan; (2) kewarisan, wasiat, an hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam; (3) wakaf, zakat, infak, dan sedekah; dan (4) ekonomi syariah.
Pengadilan dalam lingkungan badan peradilan agama mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara perdata khusus bago orang-orang yang beragam islam.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama terdiri dari pengadilan agama yang memeriksa dan memutuskan perkara di tingkat banding. Pengadilan agama berkedudukan dikotamadya atau ibu kota kabupaten. Sedangkan pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi.

3)      Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan tata usaha negara adalah salah satu pelaku kekuasaan khakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadpa sengketa tata usaha negara. Kekuasaan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh: (1) pengadilan Tata Usaha Negara; dan (2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan tata usaha negara memiliki tugas dan kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha negara di tingkat pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan kewenangan: (1) memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding; (2) memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewengan mengadili antara pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya; dan (3) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara dalam  hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara di beri wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan  untuk menyelesaikan secara administrasi sengketa tata usaha negara.
    Adapun tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu : (1) keputusan tat usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; (2) keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; (3) keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan; (4) keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; (5) keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

4)      Peradilan Militer
Pengadian militer bertugas memeriksa dan memutuskan perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang yang waktu itu adalah anggita TNI atau polri atau yang di persamakan dengan itu.
    Pengadilan dalam lingkungan badan peradilan militer mempunyai wewenang untuk: (1) menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit anggota TNI/POLRI, atau yang dipersamakan berdasarkan undang-undang; (2) memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha TNI/Polri
    Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer ini terdiri dari mahkamah militer, mahkamah militer tinggi, mahkamah militer utama, dan mahkamah militer pertempuran. Mahkamah militer memutuskan dan memeriksa perkara (kejahatan atau pelanggaran) tingkat pertama yang terdakwanya anggota TNI/POLRI yang berpangkat kapten ke bawah. Kemudian mahkamah militer tinggi memiliki kekuasaan: (1) memeriksa dan memutuskan pada tingat pertama perkara-perkara (kejahatan atau pelanggaran), yang terdakwanya adalah seorang terdakwanya yang pada waktu melakukan tindakan pidana itu berpangkat nayor ke atas dan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha angkatan bersenjata [TNI/Polri]; memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat banding segala perkara diputus oleh mahkamah militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding; dan (3) memutus pada tingkat pertama dan terkahir sengketa kewenangan mengadili anatar pengadilan militer dalam daerah hukumnya. Sedangkan mahkamah militer utama memiliki kewenangan antara lain: (1) memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama perkara-perkara (kejahatan atau pelanggaran) yang berhubungn dengan jabata yang di lakukan oleh:
1.      Sekertaris Jendral Departmen Pertahanan dan Keamanan
2.      Panglima Besar TNI
3.      Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Kepala Staf Angkata Laut (KASAL), dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) dan
4.      Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri)

Selain itu, mahkamah militer utama juga memeriksa dan memutuskan pada tingkat banding segala perkara yang telah diputus oleh mahkamah militer tinggi pada tingkat pertama yang di mintakan pemeriksaan ulangan mahkamah militer utama berkedudukan di tempat kedudukan Mahkamah Agung RI dan daerah hukumnya ilaha seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Adapun kekuasaan pengadilan militer pertempuran adalah memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana di daerah pertempuran. Pengadilan militer pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pertempuran dan berkedudukan serta berada di daerah pertempuran.
Dahulu, sebelum adanya peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1977 tentang jalan pengadilan dalam pemeriksaan kasasi dalam perkara perdata dan perkara pidana oleh pengadilan Agama dan pengadilan Militer, maka putusan yang diberikan oleh Mahkamah Militer Agung merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Jadi putusan-putusan pengadilan dalam pengadilan militer tidak bisa dimintakan pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung. Sebab tidak ada pemeriksaan hukum acar pemeriksaan kasasi. Tetepai dengan adanya peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1977 tersebut, yang dikeluarkan pada tanggal 26 November 1977, maka putusan pengadilan dalam pengadilan militer pun dapat dimintakan pemeriksaan kasasi, yaitu dengan menggunakan hukum kasasi yang termuat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, dan hukum acara kasasi sekarang termuat alam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP, yang juga berlaku bagi pengadilan dalam lingkungan badan peradilan militer.

2.      Mahkamah Konstitusi (MK)
    Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga negara yang ada setelah adanya amandemen UUD 1945. Dalam konteks ketatanegaraan Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan: pertama, sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat.  Kedua, Mahkamah Konstutusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi diormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten an bertanggung jawab. Ketiga, di tengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirirt konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.[10]
    Pada hakikatnya, fungsi utama Mahkamah Konstitusi adalah mengawal supaya konstitusi dijalankan dengan konsisten(the guardian of constitutions)  dan menafsirkan Konstitusi atau UUD ( the interpreter of constitutions) dengan fungsi dan wewenag tersebut, keberadaan Mahkamah Konstitusi memiliki arti penting dan peranan strategis dalam perkembangan ketetanegaraan dewasa ini karena segalan ketentuan atau kebijakan yang dibuat penyelenggara negara dapat diukur dalam hal konstitusional atau tidak oleh Mahkamah Konstitusi.
    Ketentuan Umum tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24C UUD 1945.

1)      Susunan keanggotaan
Di dalam MK terdapat tiga pranata (institusi), yaitu hakim konstitusi, sekertariat jenderal, dan kepaniteraan. Pasal 7 UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan; “untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah sekretariat jenderl dan kepaniteraan.” Artinya, institusi ulama dari Mahkamah Konstitusi adalah sembilan hakim konstitusi yang dalam melaksanakan kewenangan dan kewajiban onstitusionalnya, dibantu dua institusi lainya, yaitu sekretariat dan kepaniteraan.

2)      Hakim Konstitusi
MK mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan keputusan presiden. Kesembilan hakim tersebut diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh presiden. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil dalam bersikap, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, dan tidak merangkap sebagai pejabat negara.
MK terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota dan tujuh anggota hakim Mahkamah Konstitusi. Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi, untuk masa jabatan tiga tahun. Untuk melengkapi tata cara pemilihan ketua dan wakil ketua, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan peraturan Mahkamah Konstitusi No. 1/PMK/2003.
Agar dapat diangkat menjadi hakim, seorag calon harus memenuhi syarat: (1) WNI; (2) berpendidikan strata satu (S-1) bidang hukum; (3) berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan; (4) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana yang di ancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; (5) tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan (6) mempunyai pengalaman kerja i bidang hukum sekurang-kurangnya sepuluh tahun.
    Keberadaan masing-masing hakim konstitusi merupakan institusi yang otonom dan independen , tidak mengenal hirearki dalam pengambilan putusan sebagai pelaksanaan dari kewenangan konstitusionalnya. Dalam memeriksa, mengadili, dan memutusk perkara di Mahkamah Konstitusi. Ketua dan wakil ketua tidak dapat memengaruhi pendapat para hakim lainnya, begitupun sebaliknya.

3)      Tugas dan wewenang
Sebagai sebuah lembaga yang telah ditentukan dalam UUD, kewenangan Mahkamah Konstitusi juga diberikan an diatur dalam UUD. Kewenangan yang mengeklusifkan dan membedakan Mahkamah Konstitusi ari lembag-lembaga lain. Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan : (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Misalnya, usul pemberhentian presiden dan/ wapres oleh DPR kepada MPR apabila presiden dan/atau wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaiman diatur dalam pasal 7A UUD 1945; (3) Memutus pembubaran partai politik; dan (4) memutus perselisihan tentag hasil pemilu.[11]
    Sedangkan dalam ketentuan Pasal 24C Ayat (2) 1945 jo. Pasal 10 Ayat (2) UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan , “  MK wwajib memeriksa, mengadili dan memutus terhadap pendapat DPR bahwa presiden dan/atau eapres telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam pasal 7A UUD 1945”.
    Berdasarkan ketentuan tersebut maka setiap putusan MK bersifat final, artinya dalam hal pelaksanaan kewenangan ini tidak ada mekanisme banding atau kasasi terhadap putusan yang dibuat Mahkamah Konstitusi untuk perkara-perkara yang berkenaan dengan kewenangan tersebut.
    Lain halnya dengan kewajiban Mahkamah Konstitusi--- sebenarnya dapat dikatakan merupakan sebuah kewenangan--- untuk memberikan keputusan atas pendapat DPR terhadap dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden. Dugaan pelanggaran yang dimaksud adalah bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,  korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 dan/atau presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

3.      Komisi Yudisial (KY)
Sebagaimana Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang terbentuk setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. Dalam konteks ketatanegaraan KY mempunyai peranan yang sangat penting yaitu: (1) mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung; (2) melakukan pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Keberadaan KY secara normatif sebagai lembaga negara di atur dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 24B UUD 1945, sedangkan MA diatur Pasal 24A dan MK diatur dalam pasal 24C.
1)      Susunan Keanggotaan
Komisi Yudisial adalah dewan yang terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua yang merangkap anggota dan tujuh orang anggota. Keanggotaan terdiri atas unsur mantan haki, praktisi hukum,akademisi, dan anggota masyarakat. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota komisi yudisial.
Mereka diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR, untuk masa jabatan 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, untuk setiap lowongan keanggotaan KY, oleh DPR diusulkan 3 orang.
Untuk dapat menjadi anggota KY harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) WNI; (2) bertakwa kepada Tuhan YME; (3) berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 68 tahun; (4) mempunyai pengalaman dibidang hukum paling singkat 15 tahun; (5) memiliki intergritas dan kepribadian yang tidak tercela; (6) sehat jasmanai dan rohani; (7) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan (8) melaporkan daftar kekayaan.
2)      Tugas dan wewenang
Sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dalam tugasnya komisi yudisial memiliki kewenagan sebagaimana ditetapkan undang-undang yaitu: (1) mengusulkan pengangkatan hakim agung dan (2) mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan meneggakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Dalam melaksanakan ewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung komisi yudisial memiliki tugas (1) melakukan pendaftaran calon hakim agung; (2) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; (3) menetapkan calon Hakim Agung; dan (4) mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. Sedangkan dalam melaksanakan kewenangan menjaga dan menegakkan, kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim komisi yudisial memiliki tugas melakukan pengawasan. Terhadap pelaksanaan pengawan ini komisi yudisial dapat: (1) menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim; (2) meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim; (3) melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim; (4) memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan (5) membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi  dan di sampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Apabila dugaan komisi yudisial terhadap terbukti, artinya perilaku hakim benar-benar menyimpang dari peraturan perundang-undangan, maka komisi yudisal dapat mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi. Usul penjatuhan sanksi dapat berupa; teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian yang bersifat mengikat.
Selain sebagaimana yang telah diuraikan di atas komisi yudisial dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau mahkamah konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim Komisi Yudisial.[12]


          BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Lembaga Kehakiman terbagi menjadi 3 yaitu : Pertama, Mahkamah Agung (MA)
UUD 1945 menetukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi. Dengan kata lain bahwa reformasi di bidang hukum (amandemen UUD 1945) telah menempatkan mahkamah Agung tidak lagi sebagai satu-satunya kekuasaan kehakiman, tetapi Mahkamah Agung hanya salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Kedua, Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga negara yang ada setelah adanya amandemen UUD 1945. Dalam konteks ketatanegaraan Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan: pertama, sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat.  Kedua, Mahkamah Konstutusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi diormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten an bertanggung jawab. Ketiga, di tengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirirt konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat. Ketiga, Sebagaimana Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang terbentuk setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. Dalam konteks ketatanegaraan KY mempunyai peranan yang sangat penting yaitu: (1) mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung; (2) melakukan pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.














DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, J. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran kekuasaan dalam UUD 1945. 2005: Uii Press. Yogyakarta

Busrah, Abu Daud. Inti Sari Hukum Tata Negara Perbandingan Konstitusi Sembilan Negara. Cet. I. Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Tutik, Titik Triwulan, S.H., M.H. , Konstruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945 Jakarta: Kencana 2011


       [1] Baca Ketentuan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945  pasca-amandemen yang menyatakan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah badan perdilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”
[2] Pasal 7 Ayat (1) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[3] Pasal 7 Ayat (2) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[4] Pasal 20 Ayat (1) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[5] Pasal 28 Ayat (1) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[6] Pasal 29 Ayat (1) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[7] Pasal 31 Ayat (1) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[8] Pasal 31 Ayat (2) UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[9] Pasal 32 Ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
[10] Jimly Ashiddiqie dalam Mahkamah Konstitusi, Op. Cit, hlm, vi
[11] Dr. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. , Konstruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945 Jakarta: Kencana 2011, hal. 223
[12] Dr. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. , Konstruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945 Jakarta: Kencana 2011, hal. 229

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKENARIO SIDANG PRAKTEK PERDATA PERKARA WARIS PENGADILAN AGAMA SIDANG I : contoh skenario Tugas Pak kamarusdiana

Makalah Tafsir Ahkam surat an-nisa ayat 22 dan 23